PERJALANAN KE GUA HIRO


PERJALANAN KE GUA HIRO
OLEH: RANI
GURU SMPN 7 TAMBUN SELATAN KABUPATEN BEKASI

            Tahun 2016 adalah tahun yang paling berkesan dalam kehidupan saya. Pada tahun itu saya melakukan sebuah perjalanan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. Perjalanan menuju sebuah tempat yang merupakan saksi dari turunnya wahyu ALLAH SWT untuk Nabi Muhammad SAW. Tempat itu bernama Gua Hira.
            Sehari sebelum keberangkatan, pembimbing kami memberikan rencana perjalanan menuju Gua Hira. Kami pun melaksanakan pertemuan untuk membahas rencana perjalanan tersebut setelah sholat zuhur. Dalam rencana perjalanan tersebut tercantum bahwa kita akan berangkat menuju Gua Hira pada pukul 02.00 pagi nanti. Oleh karena itu, kami dianjurkan untuk menjaga kesehatan, makan teratur dan tidak tidur terlalu larut. Pembimbing kami juga memberikan gambaran mengenai medan yang akan kami tempuh. Memang yang lebih ditekankan adalah ketahanan fisik, sehingga untuk para jamaah yang tidak memiliki ketahanan fisik prima tidak dianjurkan untuk melakukan perjalanan ini.
            Saya memutuskan untuk ikut melakukan perjalanan mendaki Gua Hira. Saya sangat bersemangat ingin segera melihat seperti apa Gua Hira yang sangat terkenal itu. Siang berganti malam. Matahari pun mulai bersembunyi diperaduannya. Sinar cerah matahari mulai berganti menjadi sinar terang dari lampu lampu. Rasa panik, tegang dan gelisah mulai menghalangiku dari perjalanan menuju tidur lelap. Satu detik terasa seperti satu menit, satu menit terasa seperti satu jam. Kapan jarum pendek itu akan menyentuh angka 2?.
            Sejurus kemudian, saya pun mulai terlelap. Beruntung saya telah menyalakan alarm pada pukul 01.30, sehingga bunyi alarm yang memekakan telinga itu akhirnya dapat membangunkanku. Saya langsung menuju ke kamar mandi dan bersiap diri. Setelah itu saya menuju ke lobi hotel untuk berkumpul dengan yang lain.
            Tepat pukul 02.00 dini hari kami bertolak dari hotel. Keadaan di sekeliling sangat sepi, walaupun terlihat beberapa orang berjalan menuju ke masjidil haram. Kami menaiki satu bus berwarna merah.            Saya berangkat menuju Gua Hira bersama dengan rombongan dan dipimpin oleh seorang ketua rombongan.
            Ada rasa panik dan tegang menghantui saya. Di dalam bus ada seorang pemandu wisata yang bercerita bahwa kami akan menuju ke Jabal Nur. Pertama saya sangat bingung, Saya berpikir bus ini hanya akan berangkat menuju ke satu tempat yaitu Gua Hira, tetapi kenapa ternyata tujuan bus ini adalah ke Jabal Nur. Tetapi kemudian pemandu wisata itu menceritakan bahwa di Jabal Nur itulah lokasi dari Gua Hira. Hatiku lega bercampur gembira, tapi rasa tegang ini masih terus menghantui.
            Pemandu wisata dalam bus kami sangat ramah. Beliau sepertinya berusia lebih dari 40 ahun. Ternyata beliau adalah kakak dari pembimbing haji kami. Beliau sudah lama menetap di Arab Saudi. Tetapi beliau mempunyai fisik yang cukup bugar dan mempunyai selera humor yang cukup tinggi. Walaupun kami melaksanakan perjalanan malam dimana masih banyak yang terlelap tidur tapi kami merasa cukup terjaga karena di temani oleh informasi-informasi yang menarik dan celotehan-celotehan yang sangat lucu.
            Satu jam kemudian, kami sampai di kaki bukit Jabal Nur. Suasana sangat sepi dan cukup dingin. Sepertinya hanya ada rombongan kami di kaki bukit itu. Sepi dan tidak ada bus yang tampak disana. Bus kami pun segera bertolak setelah seluruh penumpang turun. Pemandu kami pun ikut pulang dan tidak menemani kami sampai ke Gua Hira. Di kaki bukit itu hanya ada 40 orang berdiri. Semua dari grup rombongan Darul Hijrah. Sebelum menaiki Jabal Nur, pembimbing haji kami mengingatkan bagi anggota rombongan yang sudah sepuh untuk beristirahat di masjid terdekat atau di took-toko di kaki bukit yang memang sepertinya buka 24 jam.
            Beberapa anggota rombongan yang sudah sepuh memutuskan untuk hanya menunggu dibawah tetapi ada seorang nenek yang sangat bersemangat memaksa untuk ikut keatas. Kami tidak dapat menghentikan semangat nenek tersebut. Sampai ketika kami baru mendaki beberapa meter keatas, sang nenek jatuh dan berguling ke bawah. Satu hal yang perlu ditekankan disini yaitu, Beliau tidak jatuh ke bawah tetapi beliau berguling ke bawah. Hal ini disebabkan karena tingkat kemiringan Jabal Nur adalah 60 derajat. Artinya kalau seseorang jatuh, dia tidak akan jatuh ditempat tapi dia akan terus berguling ke bawah. Sangat menyedihkan melihat hal tersebut. Tapi tidak ada yang dapat kami lakukan. Untungnya ada seorang penjaga toko yang melihat dan berhasil membantu sang nenek dan menghentikannya, sehingga beliau tidak sampai berguling jauh ke bawah. Teman teman yang ada di bawah pun segera membantu sang nenek dan memberikan bantuan pertama pada kecelakaan.
            Kami yang berada di atas pun segera melanjutkan perjalanan, kami berjalan sudah hampir 15 menit. Tetapi dengan kemiringan 60 derajat tersebut, 15 menit perjalanan sudah seperti perjalanan satu jam.  Ternyata untuk mencapai puncak Jabal Nur dibutuhkan waktu kurang lebih 45 menit lagi. Kami tertawa terbahak bahak karena menyangsikan apakah kami sanggup untuk melaksanakan perjalanan 45 menit lagi dalan situasi seperti ini.
            Semakin menanjak keatas semakin kami merasakan susah bernafas. Sempat terpikir bahwa saya akan menyerah dan tidak melanjutkan perjalanan, tetapi suami saya memberikan semangat bahwa kita akan sampai ke Gua Hira bersama. Hati saya sangat senang, walaupun nafas sudah tersengal sengal.
Alhamdulillah sesaat kemudian saya melihat ada tangga. Saya bersyukur karena dengan adanya tangga, perjalanan kita akan lebih terbantu. Karena malam hari itu gelap jadi kami tidak bisa melihat dengan jelas keadaan samping kanan dan kiri. Kami hanya melihat pemandangan indah dari lampu-lampu di sekitar kota mekah yang sangat terang dan sangat indah.
            Setiap kali terasa nafas sudah sangat tersengal-sengal segera saya dan suami berhenti dan duduk beristirahat di tangga titian menuju puncak Jabal Nur. Ketika kami sedang istirahat pemandu haji kami berseloroh “jangan mau kalah sama orang turki gendut itu, Pa.” Kami merasa hal itu sangat lucu mengingat kami memang melihat wanita Turki itu sangat gemuk dan tidak ada yang menemani kecuali satu buah tongkat yang digunakan untuk membantunya naik ke atas. Saya dan suami pun sangat kagum terhadap ketangguhan pembimbing haji kami. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi tetapi beliau tetap bersemangat maju menuju puncak. Saya dan suami saya pun langsung melaju mengikuti pembimbing haji kami.
            Akhirnya kami sampai di puncak. Tapi kami tidak melihat ada gua di sekitar sana. Kemudian kami tanyakan kepada pemilik warung yang ada di puncak Jabal Nur, beliau mengatakan bahwa Gua Hira tidak berada di puncak, tapi untuk mencapai Gua Hira kita harus turun sedikit dan baru dapat menemukan Gua Hira tersebut.
            Hati berdegup sangat keras begitu kami memasuki jalan masuk menuju Gua Hira.  Ternyata Gua Hira itu tidak besar. Hanya dapat menampung 3 orang yang ingin solat dan salah satunya harus solat sambil duduk. Setelah saya cari tahu ternyata panjang Gua Hira 3,5 meter dengan lebar 1,5 meter.
            Alhamdulillah saya bisa solat sambil berdiri di dalam gua sebanyak 2 rokaat. Kemudian saya keluar gua dan solat lagi di pelataran gua. Pada saat itu situasi tidak ramai dan kami bisa solat dengan leluasa. Segera setelah kami selesai solat kami langsung turun ke bawah.
Saya merasakan perjalanan turun cukup mengerikan. Karena dalam perjalanan turun langit sudah semakin terang dan kami dapat melihat dengan jelas keadaan kanan dan kiri dari tangga yang ternyata adalah tebing yang sangat curam walaupun ketinggian dari bukit itu hanya kurang lebih 640 meter. Kalau sempat kami terpeleset, maka keadaan akan sangat fatal. Alhamdulillah kami dapat sampai kembali ke masjid di kaki bukit dengan selamat dan kembali bertemu dengan anggota rombongan yang lain. Tetapi kali ini saya merasakan kaki bukit ini sudah sangat ramai.
Kami memutuskan untuk melaksanakan solat subuh disana dan banyak pengunjung yang juga meramaikan masjid dan solat subuh disana. Setelah solat kami segera turun ke bawah ke arah parkiran bus. Tempat parkiran yang tadinya sepi ternyata sudah dipenuhi oleh bus yang membawa pengunjung dari beberapa Negara.
Baru pada saat itulah pembimbing haji kami mengatakan bahwa kelompok ini adalah kelompok yang diberkahi karena kami dapat solat dengan leluasa diatas. Pembimbing kami mengatakan malam ini kami sudah menjadi pengunjung VIP yang bisa langsung masuk dan solat ke dalam Gua tanpa harus merasakan antri.
Alhamdulillah……..

Comments

Popular posts from this blog

NILAI DI BAWAH KKM PADA RAPORT TANPA REMEDIAL

review tentang Buku Sekolah elektronik

LIBURAN AYAM 2018