NILAI NOL DALAM RAPORT
NILAI NOL DALAM RAPORT
(OLEH Rani guru SMPN 7 Tambun Selatan)
Nilai
mempunyai beberapa pengertian dalam berbagai aspek kehidupan kita. Dalam aspek
pendidikan, Ketika kita berbicara tentang nilai maka hal pertama yang terbersit
dalam pemikiran adalah adanya angka atau huruf yang tertulis diatas kertas. Angka
atau huruf tersebut adalah hasil dari sebuah proses penilaian
Penilaian
pada kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 mungkin memiliki beberapa perbedaan,
tetapi disamping perbedaan itu tentu dapat kita temukan adanya persamaan. Baik
dalam Permendikbud RI no. 20 tahun 2016 maupun dalam permendiknas no. 20 tahun
2007, keduanya menyatakan bahwa penilaian dalam pendidikan adalah proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur/menentukan pencapaian hasil
belajar peserta didik.
Peserta didik akan mendapatkan
hasil belajar apabila mereka melakukan proses belajar atau pembelajaran.
Pembelajaran menurut Permendikbud RI nomor 23 tahun 2016 Bab I pasal 1 ayat 3
adalah proses interaksi antar peserta
didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Sedangkan pada bukunya yang berjudul Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang diterbitkan pada tahun 2010 , Mulyasa menuliskan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya sehingga
terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Berdasarkan
data diatas maka terdapat beberapa hal yang bisa kita pelajari. Pertama, bahwa
nilai seorang peserta didik ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, guru, teman,
lingkungan belajar dan sumber belajarnya. Kedua, mengingat bahwa setiap
pembelajaran memiliki tujuan pembelajaran yang harus dicapai, maka apabila
tujuan pembelajaran itu dapat tercapai maka akan terjadi sebuah perubahan
perilaku peserta didik kearah yang lebih baik atau dengan kata lain, kompetensi
peserta didik dapat meningkat. Terakhir, Peningkatan kompetensi ini dapat
dilihat dengan adanya peningkatan dalam nilai peserta didik.
Permendikbud
RI nomor 23 tahun 2016 Bab V pasal 6 ayat 1 sampai 3 menegaskan bahwa, Penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan, pengamatan,
penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian tersebut digunakan
untuk mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik, memperbaiki
proses pembelajaran, dan menyusun
laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah semester, akhir semester, akhir
tahun. dan/atau kenaikan kelas.
Jadi,
nilai yang didapatkan oleh peserta didik tidak hanya didapat dari ulangan atau
penilaian tetapi juga dari berbagai bentuk yang lain dan nilai tersebut
digunakan oleh seorang pendidik untuk melihat sampai sejauh mana pencapaian
kompetensi yang telah dikuasai oleh seorang peserta didik. Dengan demikian
seorang pendidik secara berkesinambungan memantau perkembangan kompetensi
seorang peserta didik. Apabila berasarkan hasil evaluasi pembelajaran, pencapaian kompetensi peserta didik masih
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka seorang guru memegang tanggung
jawab untuk melaksanakan remedial.
Walaupun sepertinya nilai hanya
berkaitan antara pendidik dan peserta didik, tetapi sebenarnya ada beberapa
pihak lain yang terhubung dengan nilai peserta didik. Pertama kepala sekolah
sebagai seorang penanggung jawab disekolah bertanggung jawab penuh terhadap
segala nilai yang diterima oleh peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan adanya
tanda tangan dari seorang kepala sekolah yang wajib dibubuhkan pada raport.
Kedua orang tua peserta didik sebagai pihak yang sangat berkepentingan terhadap
perkembangan peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan diberikannya tanggung
jawab kepada orang tua peserta didik oleh pihak sekolah untuk mengambil hasil
raport peserta didik. Ketiga, komite sebagai pihak yang sangat berperan dalam
penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sekolah.
Pada jangka waktu tiga bulan atau
kurun waktu tengah semester sangat sedikit kemungkinan seorang peserta didik
masih memiliki tingkat kompetensi nol (0). Apalagi apabila sampai kurun waktu 6
bulan atau akhir semester.
Ketika seorang
peserta didik mendapatkan nilai nol (0) pada raport tengah semester atau pada
raport akhir semester ataupun pada raport akhir semester, maka beberapa
pertanyaan kemudian dapat muncul. Walaupun sepertinya nilai hanya berkaitan
antara pendidik dan peserta didik, tetapi sebenarnya ada beberapa pihak lain
yang terhubung dengan nilai peserta didik. Pertama kepala sekolah sebagai
seorang penanggung jawab disekolah bertanggung jawab penuh terhadap segala
nilai yang diterima oleh peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan adanya tanda
tangan dari seorang kepala sekolah yang wajib dibubuhkan pada raport. Kedua
orang tua peserta didik sebagai pihak yang sangat berkepentingan terhadap
perkembangan peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan diberikannya tanggung jawab
kepada orang tua peserta didik oleh pihak sekolah untuk mengambil hasil raport
peserta didik. Ketiga, komite sebagai pihak yang sangat berperan dalam
penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sekolah.
Beberapa pertanyaan yang dapat muncul
dari peserta didik, pendidik, Kepala Sekolah, orang tua peserta didik,dan juga
dari pihak komite sekolah. Kenapa nilai tetap nol (0) walaupun pembelajaran
sudah berlangsung selama tiga bulan? Apakah ada hal-hal yang bermasalah dalam
pembelajarannya? Ataukah dari pihak peserta didik yang tidak pernah masuk
sekolah sehingga tidak dapat melaksanakan pembelajaran dan proses penilaian?
Apakah peserta didik tersebut salah satu yang memang termasuk berkebutuhan
khusus?
Kurun
waktu tiga atau enam bulan, bukanlah kurun waktu yang singkat. Seorang pendidik sudah bertatap muka dengan
peserta didiknya sekurang-kurangnya 7 kali dalam kurun waktu 3 bulan tersebut. Hal
ini ditegaskan dalam buku Panduan Penilaian yang dikeluarkan oleh Kemendikbud pada tahun
2017. Dalam kurun waktu tersebut seorang pendidik diharapkan sudah mampu
mendiagnosa kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada peserta didik, pada
metode pembelajaran yang digunakan, pada sumber belajar yang dimanfaatkan, dan
juga pada lingkungan belajar. Berdasarkan diagnosis tesebut, pendidik dapat
menentukan arah tindak lanjut yang hendak ditempuh.
Apakah
pendidik perlu menjalin komunikasi yang lebih mendalam dengan peserta didik
tersebut, atau perlu mengomunikasikan temuan yang diperoleh kepada wali kelas,
guru BK, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan kesiswaan, kepada kepala
sekolah atau kepada orang tua dari peserta didik. Komunikasi yang terjalin ini
dapat dioptmalisaikan sedemikian rupa sehingga memicu peningkatan kompetensi
peserta didik.
Setiap
peserta didik memiliki tingkat penguasaan yang berbeda-beda. Ada yang sangat
cepat mengikuti pembelajaran, ada yang sangat lambat mengikuti pembelajaran,
ada yang cepat dalam mengerjakan tugas-tugas, ada yang lambat, ada yang sangat
lambat, bahkan ada yang cenderung enggan mengerjakan tugas-tugas. Perbedaan
karakteristik tersebut perlu diperhatikan dan disiasati dengan baik sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan peserta didik yang berkompetensi dan kegiatan
belajar yang berkualitas.
Sebuah kegiatan belajar adalah proses perubahan perilaku secara sadar akibat
adanya interaksi antar individu dengan lingkungan. Hal yang perlu ditekankan
dalam kalimat diatas adalah bahwa dengan adanya proses belajar maka setidaknya
sudah ada perubahan perilaku dari
peserta didik. Perubahan perilaku itu telah menyiratkan adanya peningkatan
dalam kompetensi peserta didik.
Pendidik
bukanlah orang yang bertanggung jawab
penuh terhadap kegagalan sebuah pembelajaran maupun terhadap kegagalan pencapaian
tujuan pembelajaran. Tetapi pendidik merupakan salah satu penentu keberhasilan
sebuah pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Ali Siregar menekankan
hal ini dalam bukunya yang berjudul “Deskripsi Kurikulum Berbasis Kompetensi”
yang diterbitkan pada tahun 2006. Beliau menuliskan bahwa hakikat seorang
pendidik adalah bertanggung jawab atas hasil belajar yang baik. Dengan
demikian, upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari seorang
guru yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan.
Comments
Post a Comment