NILAI DI BAWAH KKM PADA RAPORT TANPA REMEDIAL


NILAI DI BAWAH KKM PADA RAPORT TANPA REMEDIAL:TERLARANG
(Rani : Guru SMPN 7 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi)

Perubahan kurikulum membawa beberapa perubahan kebijakan pada ranah  pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, ataupun di ranah pendidikan tinggi. Salah satu perubahan yang sangat mendasar adalah adanya Kriterian Ketuntasan Minimal (KKM).
Kriteria ketuntasan minimal adalah nilai minimal yang harus dicapai oleh peserta didik untuk bisa mengikuti pelajaran selanjutnya. Menurut Perturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016, nilai tersebut ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan aspek intake peserta didik, kompleksitas mata pelajaran, dan daya dukung dari satuan pendidikan.
KKM yang sudah disahkan oleh satuan pendidikan kemudian dapat digunakan untuk menganalisis ketuntasan hasil belajar peserta didik. Segera setelah penilaian selesai, pendidik menganalisi ketuntasan belajar peserta didik dengan membandingkan hasil penilaian peserta didik dengan nilai Kriteria  Ketuntasan Minimal. Apabila nilai peserta didik diatas nilai KKM, maka peserta didik tersebut dianggap tuntas. Tetapi bila nilainya dibawah nilai KKM, maka peserta didik tersebut dianggap belum tuntas.
Kewajiban bagi seorang pendidik untuk lebih mengusahakan agar peserta didik yang diajar dapat mencapai tujuan pembelajaran dan mendapat nilai sesuai Kriterian Ketuntasan Minimal (KKM) ataupun diatas KKM. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
Tetapi apabila ternyata pada akhir pembelajaran dan setelah dilaksanakan proses penilaian, ada beberapa peserta didik yang masih belum mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan nilai dibawah KKM, maka pendidik tidak dapat serta merta memproses nilai tersebut untuk dijadikan salah satu unsur nilai akhir.
Satu proses yang tidak dapat diabaikan oleh seorang pendidik apabila didapati peserta didik mendapat nilai di bawah KKM. Proses tersebut adalah Remedial. Pada awal bergulirnya kurikulum 2013, yaitu pada tanggal 23 Juni 2013, pemerintah belum menitikberatkan pada remedial untuk membantu ketuntasan peserta didik. Hal ini dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013. Pemerintah hanya menekankan pada ketuntasan peserta didik tanpa memberikan alternatif cara bagaimana supaya peserta didik yang nilainya masih berada dibawah KKM bisa pada akhirnya mencapai ketuntasan.
Setelah kurang lebih satu tahun berjalan, Permendikbud No 81 A Tahun 2013 akhirnya direvisi dan digantikan dengan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014. Bergulirnya Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, akhirnya memberi titik terang tentang bagaimana cara membantu peserta didik yang masih berada dibawah nilai KKM mejadi tuntas.  Permendikbud tersebut menyebutkan remedial pada pasal 3 ayat (4). Ayat tersebut dengan jelas mencantumkan remedial sebagai bagian dari format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Remedial bukanlah sebuah proses instan. Perjalanan menuju nilai tuntas memang cukup panjang. Perjalanan ini dimulai segera setelah hasil analisis ketuntasan diperoleh. Hasil dari analisi tersebut mencantumkan peserta didik yang harus remedial dan perlu pengayaan. Setelah diketahui jumlah peserta didik yang perlu di remedial, kita perlu mengamati Kompetensi dasar mana yang perlu di remedial.
Setiap peserta didik mungkin mempunyai perbedaan tentang kelemahan mereka masing-masing. Oleh karena itu, pendidik perlu merencanakan pembelajaran remedial yang akan dilaksanakan. Setelah terjadi proses perencanaan, remedial baru dapat dilaksanakan. Apabila masih ada peserta didik yang belum tuntas, remedial masih dapat terus dilaksanakan sampai dengan akhir semester. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama cetakan ketiga tahun 2017. Panduan penilaian tersebut juga menyebutkan empat cara pelaksanaan remedial.
Cara yang pertama adalah dengan memberikan bimbingan secara individu. Hal ini dilakukan apabila ada beberapa anak yang mengalami kesulitan yang berbeda-beda, sehingga memerlukan bimbingan secara individual. Cara kedua adalah dengan memberikan bimbingan secara kelompok. Hal ini dilakukan apabila ditemukan ada beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan sama. Cara ketiga adalah dengan memberikan pembelajaran ulang. Pembelajaran ulang dilakukan apabila semua peserta didik mengalami kesulitan. Cara yang terakhir adalah dengan pemanfaatan tutor sebaya.
Setiap cara remedial tersebut kemudian diakhiri dengan kegiatan diakhiri dengan penilaian untuk melihat pencapaian peserta didik pada KD yang di remedial. Ketika pendidik melakukan satu dari empat cara remedial tersebut, diperlukan adanya bukti administratif. Contoh bukti administratif  adalah program remedial, daftar hadir peserta remedial dan daftar nilai yang didapat pada proses penilaian setelah kegiatan remedial.
Apabila setelah melaksanakan salah satu cara remedial, peserta didik masih belum menunjukkan peningkatan pada kompetensinya. Maka pendidik dapat mengulangi proses remedial dengan menggunakan cara yang berbeda.
Tanpa melalui proses remedial, maka pendidik terlarang untuk mencantumkan nilai di bawah KKM pada raport. Walaupun pendidik telah melaksanakan proses remedial, tetapi apabila mereka belum memiliki bukti administrative, maka mereka pun belum dapat mencantumkan nilai di bawah KKM.
Beberapa pengajar mungkin lebih cenderung menyukai peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih dari teman temannya, karena mereka tidak perlu berusaha keras untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran. Tapi itu bukan berarti mereka boleh mengabaikan  peserta didik lain yang memiliki kemampuan kurang. Mereka lah justru yang memberikan kesempatan bagi pendidik untuk lebih termotivasi untuk memperbaiki pengajaran. Pengajaran yang diperbaiki itu berguna agar bisa menyentuh dan membangkitkan semangat peserta didik dengan kemampuan kurang, sehingga mereka pun pada akhirnya  mencapai tujuan pembelajaran.
Penjelasan yang cukup melebar mengenai remedial di kurikulum 2013 ini, membuat kita berpikir mengenai keberadaan dari remedial ini. Remedial ini diperuntukkan agar peserta didik dapat tuntas dalam belajar, baik peserta didik yang memang diatas rata rata, pada ambang rata-rata maupun bagi peserta didik yang dibawah rata-rata.
Bayangkan bagaimana remedial dapat menyentuh hati setiap peserta didik yang berada dibawah KKM. Ketika pendidik memberi mereka perhatian lebih dengan memberikan pembelajaran remedial. Terkadang mungkin mereka merasa disia-siakan atau dianak-tirikan karena pendidik harus berlari mengejar materi. Tetapi keberadaan remedial membuat para peserta didik yang berada dibawah KKM ini merasa nyaman. Karena mereka tahu bahwa mereka tidak perlu harus terseret seret dengan teman teman mereka yang berada diatas KKM.
Orang tua pun merasa lebih nyaman mengetahui pendidik sangat berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi peserta didik dan tidak semena-mena dalam memberikan penilaian. Sehingga pada akhirnya, terjalinlah rasa saling menyayangi dan keinginan untuk selalu bekerja sama.
Gambaran diatas dapat membuat pendidik merasa, segala usaha yang telah dilakukan menjadi sangat berarti. Perjalanan menuju nilai tuntas memang panjang dan berliku, tapi perjalanan tersebut adalah perjalanan yang sangat bernilai untuk dijalani. Perjalan itu dapat membawa kearifan seorang pendidik dihadapan seluruh peserta didiknya. Pada akhirnya perjalanan itu lah yang akan menghantarkan seluruh peserta didik ke gerbang kesuksesan.

Comments

Popular posts from this blog

review tentang Buku Sekolah elektronik

LIBURAN AYAM 2018